Tidak lama lagi rakyat Indonesia secara resmi akan mendapatkan pemerintahan baru dikomandoi oleh pasangan SBY-Budiono yang rencananya akan secara resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober 2009. Pasangan SBY-budiono menjadi pasangan presiden-wakil presiden setelah mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto pada pemilu langsung bulan Juni 2009, kemenangan ini didapatkan setelah protes dan gugatan dari pasangan yang kalah mengenai kecurangan dalam pemilu tidak dikabulkan oleh mahkamah konstitusi. Akan tetapi mahkamah kostitusi mencatat bahwa pemilu 2009 tidaklah terselenggara secara baik karena berbagai kasus dan semrawutnya penyelenggaraan pemilu terutama mengenai DPT (daftar pemilih tetap).
Naiknya kembali SBY menjadi presiden RI menandakan bahwa Indonesia akan kembali dipimpin oleh rejim yang sangat loyal terhadap imperialism terutama terhadap Amerika. sejak pertama kali berkuasa SBY sudah menjelmakan dirinya sebagai agen kapitalisme monopoli di Indonesia yang begitu setia mengabdi. Naiknya SBY-Budiono juga menandakan bahwa perubahan hidup rakyat Indonesia untuk menjadi lebih sejahtera menjadi kian suram.
Kemenangan SBY-Budiono, Derita Bagi Rakyat
Dalam pidato pengantar RAPBN 2010 SBY memamparkan 7 program dibidang ekonomi yang dikatakan sebagai program yang pro terhadap rakyat, yakni menjaga peningkatan sektor riil, mencegah PHK dan menurunkan pengangguran, menjaga stabilitas harga pokok, meningkatkan daya beli masyarakat, memberikan perlindungan terhadap warga miskin, menjaga ketahanan pangan dan energy, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 5%.
Dalam 5 tahun kedepan kita akan melihat rakyat yang kembali menjadi tumbal atas kepentingan klas-klas penguasa yang dipimpin oleh boneka baru imperialism, SBY-Budiono. Rejim SBY-Budiono dipastikan akan menghadapi krisis yang semakin akut derajatnya. Krisis yang menghantam imperialisme pada kenyataanya tidaklah mampu membaik walaupun berbagai program bantuan, stimulus fiskal maupun hutang yang digelontorkan oleh berbagai Negara. Bahkan pada kenyataannya krisis umum imprerialisme telah membawa ekonomi dunia kedalam kepanikan yang tidak kunjung usai. Defisit anggaran AS yang mencapai 1,09 Triliun U$D yang merupakan terbesar dalam sejarah AS, hal tersebut menggambarkan betapa biang imperialism ini dalam kondisi yang bangkrut. Potensi penarikan modal ke luar negeri (capital flight) secara besar-besaran bisa terjadi. Bahkan dari pemantauan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) departemen keuangan, pertumbuhan ekonomi 2009 akan lebih buruk di banding perkiraan sebelumnya. April 2009, pertumbuhan masih di perkirakan minus 1,3% akan tetapi pada kenyataanya juli 2009 menjadi minus 1,4%.
Sementara di dalam negeri ilusi politik bahwa SBY-Budiono akan mampu memecahkan berbagai problem rakyat Indonesia terus di gembor-gemborkan, bahkan dengan bangga SBY didepan forum G20 di Pitsburg, Penysilvania mengatakan Indonesia sekarang berada di No 16 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar. Jika hanya diukur lewat PDB maka hal tersebut tentu hanyalah bagian dari obralan murahan yang sarat kebohongan karena PDB hanyalah penjumlahan dari seluruh produksi barang dan jasa di Indonesia tanpa memperdulikan siapa yang memproduksi dan bagaimana pembagiannya. Sehingga sangat mungkin PDB Indonesia dapat ditutupi oleh segelintir produsen Indonesia, (dalam catatan kwik kian gie sebesar 5%) yang sebagian besar dari mereka adalah perusahaan korporasi raksasa internasional.
Pada tahun 2003 tercatat jumlah perusahaan di Indonesia adalah 40,199 juta dengan kategori perusahaan skala besar sebanyak 2.020 buah perusahaan atau 0,01%, sedangkan 99,99% atau 40,197 juta sisanya adalah ketegori UKM dan jumlah UKM ini dipastikan menurun dengah tajam sebagai akibat krisis yang melanda dunia pada periode oktober 2008 sampai dengan sekarang. Gulung tikar usaha-usaha kecil menengah sangat dimungkinkan apabila melihat betapa anarkisnya perusahaan-perusahaan besar dalam prakteknya. Pilihan efisiensi produksi sebagai upaya penanggulangan dampak krisis, diantaranya dengan menekan biaya produksi tidak bisa dihindari. Usaha-usaha kecil menengah akan sangat bergantung pada stimulus fiskal sebagai upaya untuk tetap mempertahankan usahanya. Yang tidak sanggup untuk bertahan dalam situasi krisis akan mengambil jalan merger dengan perusahaan besar dengan modal besar atau pilihannya gulung tikar. Situasi ini menyebabkan mengerucutnya perusahaan hanya pada perusahaan skala besar.
Hutang luar negeri Indonesia mencapai 1.500 Triliun pada tahun 2009 ini, semantara total hutang yang akan jatuh tempo tahun ini paling tidak 100 triliun, bahkan pada 2010 departemen keuangan mencatat bahwa utang luar negeri yang jatuh tempo mencapai 61 triliun dan 49 triliun dari surat hutang. Pembayaran cicilan hutang luar negeri pada periode 2004-2009 menunjukan tren yang meningkat. Outstanding utang luar negeri Indonesia sejak tahun 2004-2009 juga terus meningkat dari Rp l.275 triliun menjadi Rp l.667 triliun (berdasarkan data www.dmo.or.id). Ditambah dengan peningkatan secara signifikan total utang dalam negeri dari Rp662 triliun (2004) menjadi Rp920 triliun (2009). jika pada tahun 2004 setiap kepala di Indonesia harus menanggung hutang pemerintah sebesar Rp 5.873.500 saat itu diperkirakan jumlah penduduk Indonesia 217 juta jiwa, kemudian per februari 2009 dengan jumlah penduduk 227 juta jiwa jumlah hutang yang harus ditanggung mencapai Rp 7.728.525 perkepala.
Kemudian program stimulus fiskal sebesar 73.3 Triliun yang di gadang-gadang mampu menolong rakyat Indonesia di tengah krisis mengalami kebangkrutan. Padahal jika kita lihat bahwa realisasi penyerapan stimulus fiskal untuk proyek padat karya sampai akhir juni 2009 hanya sebesar 5%, bahkan tahun 2009 hanya 15% yang dialokasikan untuk proyek padat karya, sedangkan sisanya sebesar 85% atau Rp 61,1 Triliun dipakai untuk pemotongan pajak yang justru sangat menguntungkan komprador dan para tengkulak besar penjual negara karena mendapat keringanan pajak.
Sehingga dengan dilantiknya SBY-Budiono bukanlah kemenangan bagi rakyat Indonesia bahkan dalam program-program yang dikampanyekan oleh pasangan pendukung neo-liberal ini tidak ada satupun program menyebutkan secara jelas bagaimana cara mengeluarkan rakyat Indonesia untuk lepas dari kemiskinannya. Saat ini lebih dari 32,53 juta penduduk Indonesia hidup dengan pendapatan kurang dari Rp 182.636/Bulan. Bahkan jika mengacu pada garis kemiskinan yang ditetapkan oleh bank dunia/World Bank sebesar US$ 2 perhari maka 50% rakyat Indonesia berada dalam kategori miskin.
Jika kita melihat program yang di kampanyekan selama ini oleh pasangan SBY-Budiono, terlihat bahwa program yang di gembor-gemborkan pasangan ini tidak lebih dari basa basi politik tanpa arah yang jelas. Untuk pendidikan SBY-Budiono jelas tidak akan membatalkan UU BHP apalagi secara historis SBY-lah yang mengetuk palu UU BHP untuk disetujui. Artinya kampanye peningkatan kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan, distribusi anggaran pendidikan secara proposional, peningkatan kesejahteraan guru dan dosen sangat kontradiktif dengan kenyataan hari ini. Pada tahun 2010 SBY menyatakan bahwa anggaran pendidikan sudah 20% dengan besaran anggaran 201,93 T dengan alokasi 79,13 T (39,2%) untuk pusat dan transfer ke daerah Rp 122,79 T (60,8%). Akan tetapi tetap saja pendidikan akan menjadi barang yang sulit diakses oleh rakyat karena politik SBY-Budiono atas pendidikan hanyalah politik bagaimana pendidikan mampu menghasilkan keuntungan yang besar bagi mereka (Komersialisasi Pendidikan), soal kualitas seperti layaknya barang dagangan, maka kualitas akan selalu diukur dengan harga.
Akibatnya pendidikan akan kian mahal, akses rakyat atas pendidikan akan kian sempit. pada salah satu item kampanye program, SBY-Budiono memastikan akan mensinergiskan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha. jadi akan semakin banyak kampus memakai jargon kampus interpreneurship, dengan mendidik mahasiswanya sebagai sales, ataupun bermimpi bekerja di perusahaan besar dengan gaji besar, yang kemudian semuanya berakhir dalam antrian buruh murah di pabrik-pabrik.
Untuk klas buruh naiknya SBY-Budiono menandai masa dimana kesejahteraan bagi buruh adalah sebuah mimpi dan jargon belaka. upah buruh dan kesejahteraan bagi buruh tidak lebih sebuah lelucon bagi SBY-Budiono, tidak ada komitment tegas dari rejim untuk menaikan upah buruh yang sesuai dengan standar kehidupan layak. Dalam visi misi yang disampaikan SBY-Budiono program aksi untuk penciptaan lapangan pekerjaan tidak disampaikan bagaimana usaha SBY-Budiono untuk mampu menaikan upah buruh sesuai KHL, bahkan rejim lebih suka membuka lapangan pekerjaan dengan membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi dari luar negeri termasuk dengan pembangunan infrastruktur pendukung serta membangun kawasan-kawasan khusus industri baru di Bintan, Batam, Karimun, Suramadu, Sabang dan di daerah lain dibandingkan untuk membangun industri dalam negeri. Dari hal tersebut terlihat bagaimana upaya SBY-Budiono hanyalah untuk menyediakan buruh-buruh industri yang akan diserahkan hidup matinya kepada kaum kapitalisme monopoli yang melakukan penjarahan sumberdaya di Indonesia dengan mengatas namakan investasi.
Politik upah murah akan tetap menjadi primadona bagi SBY-Budiono untuk menarik investasi sebesar-besarnya. Politik upah murah ini dijalankan dengan tidak terpisahkannya praktek monopoli atas tanah, karena monopoli atas tanah akan melahirkan pengangguran dan kemiskinan yang berlimpah dan ini menjadi pendukung bagi pemilik modal mencegah kenaikan harga tenaga kerja. karenanya upah murah kapitalis dan tuan tanah hidup berdampingan di desa dan dikota di bawah kendali kekuatan imperilis. Sistem upahan berdampingan dengan varian sewa tanah kapitalis dan feudal (system bagi hasil) sekaligus. sementara itu perdagangan internasional monopoli menjadi topangan sekaligus benteng hidup imperialism.
Mereka menyeret dan membeli hasil bumi Indonesia berupa bahan mentah di pasar Internasional dengan harga murah dan menjegal segala macam produksi yang ditujukan untuk kebutuhan rakyat sendiri termasuk produksi subsisten. Kemudian kaum imperialis akan memasok negeri ini dengan capital berbunga tinggi (acap kali juga berbunga rendah bahkan cuma-cuma demi mengontrol kebijakan rejim boneka) dan memasok bahan baku dan bahan pangan mahal ke negeri ini.
Dalam bidang lainnya termasuk pertanian dan pangan, tidak ada rencana yang fundamental untuk mengeluarkan kaum tani Indonesia dari kemiskinan. tidak ada usaha yang menunjukan bagaimana rejim akan menghentikan perampasan tanah petani atau melindungi tanah-tanah petani dari penjarahan dan perampasan. dalam visi misi 2009-2014 yang disampaikan oleh SBY-Budiono bahkan dalam usaha paling reformpun dari rejim tidak sekalipun petani akan diuntungkan, artinya di bumi Indonesia akan tetap ada monopoli atas tanah, kejamnya tengkulak kepada kaum tani dan berbagai penyakit khas feudal lainnya yang menimpa kaum tani di Indonesia. Sehingga barisan panjang pengangguran akan terus bertambah karena baik karena PHK, penggusuran, perampasan tanah bahkan oleh bencana alam.
Dominasi SBY-Budiono, Ancaman Bagi Demokrasi
Usaha SBY untuk memperkuat posisinya sangat terlihat jelas, berbagai jalan telah ditempuh untuk memastikan kekuasaan dan posisinya sebagai orang no 1 di Indonesia tidak tersentuh oleh siapapun termasuk oleh para pesaingnya di dalam klik kekuasaan. Dimulai ketika SBY-Budiono mengalahkan para pesaingnya dalam kisruh DPT dan kasus gugatan di mahkamah konstitusi, termasuk didalamnya sebelum pemilu SBY mampu mengkonsolidasikan partai-partai lain untuk bergabung dalam koalisi dibawah pimpinannya. Domisi SBY semakin terlihat ketika tidak ada yang mampu mencegah pilihannya untuk mengambil pasangan wakil presidennya adalah Budiono bukan dari partai dalam koalisinya walaupun sempat ada penentangan dari partai-partai pengusungnya tersebut bahkan lewat aksi dari ormas underbouw salah satu partai pendukung SBY akan tetapi itu juga tidak bertahan lama, nyatanya SBY tetap mampu menyandingkan Budiono sebagai wakil pilihannya.
Pengaruh dan dominasinya kian kuat dan jelas ketika mampu mendekati Taufik Kiemas pada saat PDI-P masih belum sanggup memutuskan kemana sikapnya pasca kekalahan Megawati dalam Pemilu. Hal tersebut kemudian terbukti dengan terpilihnya suami Megawati ini sebagai ketua MPR RI. dominasi SBY atas partai-partai politik di Indonesia semakin terlihat ketika kawan terdekat sekaligus pendukung setia SBY yaitu Aburizal Bakrie naik menjadi ketua umum partai Golkar. Sehingga dipastikan bahwa dominasi SBY-Budiono akan semakin kokoh baik diparlemen ataupun di kabinet.
Ini menjelaskan bahwa demokrasi yang ada di Indonesia pada hakekatnya adalah demokrasi yang hanya diperuntukan bagi keuntungan klas penguasa yang terdiri dari kapitalisme birokrat, tuan tanah dan para borjuasi besar komprador. tidak ada satu pun celah bagi rakyat untuk menikmati iklim kebebasan demokratis yang ada, lembaga-lembaga pengawas semi pemerintah yang dibentukpun tidak lebih dari pajangan semata, kasus di gulung dan di gembosi KPK menjadi pengalaman yang nyata, belum
lagi mulai ditutupnya kran demokratis bagi aspirasi rakyat dengan disahkanya UU perfilman yang salah satu itemnya melarang adanya kritik atau menyinggung pemerintah.
Disatu sisi kekerasan terhadap rakyat masih tetap terjadi. Kaum miskin kota di berbagai kota besar di Indonesia harus jatuh bangun menghadapi kerasnya penggusuran yang terus dilakukan oleh aparat satuan polisi pamong praja yang tidak jarang dibantu oleh aparat kepolisian bahkan militer yang seringkali disertai dengan tindak kekerasan, pemukulan dan penangkapan.
Bangkitkan, Organisasikan dan Gerakkan Massa, Melawan Rejim Anti Rakyat SBY-Boediono
Melihat kenyataan bahwa republik Indonesia akan kembali dipimpin oleh rejim boneka imperialisme paling setia dan akan selalu menggunakan cara apapun untuk melanggengkan kepentingan imperialism di Indonesia termasuk dengan menindas rakyat dengan cara apapun, kalau perlu dengan menggerakan alat pemukul negara yaitu militer. Pemerintah SBY-Budiono akan konsisten pada pendirian reaksionernya, yaitu memoles negeri ini sedemikian rupa demi mendatangkan modal asing sebasar-besarnya. Pemerintah akan menjamin keuntungan dan keamanan modal modal asing di dalam negeri dengan membuat kebijakan kebijakan anti-nasionalisasi, anti-landreform, anti-mogok, anti-serikat buruh dan anti-terhadap gerakan demokratis yang menghambat investasi asing.
Sehingga perjuangan dari organisasi massa demokratis untuk memperlihatkan watak sebenarnya dari rejim harus terus dilakukan, berbagai usaha propaganda massa secara luas harus terus dilakukan untuk memblejeti kebusukan dari rejim boneka. mengembangkan pengaruh dari gerakan massa demokratis harus dilakukan seiring dengan upaya untuk memperbesar organisasi demokratis nasional.
Peran penting juga dipegang oleh pemuda mahasiswa yang memang terus dirugikan dan dikebiri hak-haknya oleh rejim. Apalagi pada kenyataannya pendidikan di Indonesia sama sekali tidak diabdikan sebagai upaya membangun budaya dan taraf berpikir rakyat akan tetapi justru sebagai salah satu media dari penyebaran faham-faham dan teori busuk kapitalisme monopoli.
Satu hal yang harus kita yakini bahwa buruh tidak pernah rela dibayar dengan upah rendah, di PHK seenaknya sendiri atau bekerja dibawah penghisapan sistem outsourching. kaum tani tidak pernah mau tanahnya dirampas begitu saja dan tidak ada keadilan apapun bagi kaum tani di Indonesia, tidak ada rakyat di Indonesia yang mau hidup dalam ancaman penggusuran dan pengusiran atau tidak mau sekolah dan hidup dalam alam keterbelakangan. semua ini adalah potensi bagi gerakan demokratis nasional untuk mengabarkan kenyataan rakyat dan apa yang harus dilakukan, bukan untuk menjadi messiah karena rakyat sendirilah yang akan berkehendak membebaskan dirinya, tugas kita adalah membangkitkan mengorganisasikan dan menggerakan.
Naiknya kembali SBY menjadi presiden RI menandakan bahwa Indonesia akan kembali dipimpin oleh rejim yang sangat loyal terhadap imperialism terutama terhadap Amerika. sejak pertama kali berkuasa SBY sudah menjelmakan dirinya sebagai agen kapitalisme monopoli di Indonesia yang begitu setia mengabdi. Naiknya SBY-Budiono juga menandakan bahwa perubahan hidup rakyat Indonesia untuk menjadi lebih sejahtera menjadi kian suram.
Kemenangan SBY-Budiono, Derita Bagi Rakyat
Dalam pidato pengantar RAPBN 2010 SBY memamparkan 7 program dibidang ekonomi yang dikatakan sebagai program yang pro terhadap rakyat, yakni menjaga peningkatan sektor riil, mencegah PHK dan menurunkan pengangguran, menjaga stabilitas harga pokok, meningkatkan daya beli masyarakat, memberikan perlindungan terhadap warga miskin, menjaga ketahanan pangan dan energy, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 5%.
Dalam 5 tahun kedepan kita akan melihat rakyat yang kembali menjadi tumbal atas kepentingan klas-klas penguasa yang dipimpin oleh boneka baru imperialism, SBY-Budiono. Rejim SBY-Budiono dipastikan akan menghadapi krisis yang semakin akut derajatnya. Krisis yang menghantam imperialisme pada kenyataanya tidaklah mampu membaik walaupun berbagai program bantuan, stimulus fiskal maupun hutang yang digelontorkan oleh berbagai Negara. Bahkan pada kenyataannya krisis umum imprerialisme telah membawa ekonomi dunia kedalam kepanikan yang tidak kunjung usai. Defisit anggaran AS yang mencapai 1,09 Triliun U$D yang merupakan terbesar dalam sejarah AS, hal tersebut menggambarkan betapa biang imperialism ini dalam kondisi yang bangkrut. Potensi penarikan modal ke luar negeri (capital flight) secara besar-besaran bisa terjadi. Bahkan dari pemantauan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) departemen keuangan, pertumbuhan ekonomi 2009 akan lebih buruk di banding perkiraan sebelumnya. April 2009, pertumbuhan masih di perkirakan minus 1,3% akan tetapi pada kenyataanya juli 2009 menjadi minus 1,4%.
Sementara di dalam negeri ilusi politik bahwa SBY-Budiono akan mampu memecahkan berbagai problem rakyat Indonesia terus di gembor-gemborkan, bahkan dengan bangga SBY didepan forum G20 di Pitsburg, Penysilvania mengatakan Indonesia sekarang berada di No 16 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar. Jika hanya diukur lewat PDB maka hal tersebut tentu hanyalah bagian dari obralan murahan yang sarat kebohongan karena PDB hanyalah penjumlahan dari seluruh produksi barang dan jasa di Indonesia tanpa memperdulikan siapa yang memproduksi dan bagaimana pembagiannya. Sehingga sangat mungkin PDB Indonesia dapat ditutupi oleh segelintir produsen Indonesia, (dalam catatan kwik kian gie sebesar 5%) yang sebagian besar dari mereka adalah perusahaan korporasi raksasa internasional.
Pada tahun 2003 tercatat jumlah perusahaan di Indonesia adalah 40,199 juta dengan kategori perusahaan skala besar sebanyak 2.020 buah perusahaan atau 0,01%, sedangkan 99,99% atau 40,197 juta sisanya adalah ketegori UKM dan jumlah UKM ini dipastikan menurun dengah tajam sebagai akibat krisis yang melanda dunia pada periode oktober 2008 sampai dengan sekarang. Gulung tikar usaha-usaha kecil menengah sangat dimungkinkan apabila melihat betapa anarkisnya perusahaan-perusahaan besar dalam prakteknya. Pilihan efisiensi produksi sebagai upaya penanggulangan dampak krisis, diantaranya dengan menekan biaya produksi tidak bisa dihindari. Usaha-usaha kecil menengah akan sangat bergantung pada stimulus fiskal sebagai upaya untuk tetap mempertahankan usahanya. Yang tidak sanggup untuk bertahan dalam situasi krisis akan mengambil jalan merger dengan perusahaan besar dengan modal besar atau pilihannya gulung tikar. Situasi ini menyebabkan mengerucutnya perusahaan hanya pada perusahaan skala besar.
Hutang luar negeri Indonesia mencapai 1.500 Triliun pada tahun 2009 ini, semantara total hutang yang akan jatuh tempo tahun ini paling tidak 100 triliun, bahkan pada 2010 departemen keuangan mencatat bahwa utang luar negeri yang jatuh tempo mencapai 61 triliun dan 49 triliun dari surat hutang. Pembayaran cicilan hutang luar negeri pada periode 2004-2009 menunjukan tren yang meningkat. Outstanding utang luar negeri Indonesia sejak tahun 2004-2009 juga terus meningkat dari Rp l.275 triliun menjadi Rp l.667 triliun (berdasarkan data www.dmo.or.id). Ditambah dengan peningkatan secara signifikan total utang dalam negeri dari Rp662 triliun (2004) menjadi Rp920 triliun (2009). jika pada tahun 2004 setiap kepala di Indonesia harus menanggung hutang pemerintah sebesar Rp 5.873.500 saat itu diperkirakan jumlah penduduk Indonesia 217 juta jiwa, kemudian per februari 2009 dengan jumlah penduduk 227 juta jiwa jumlah hutang yang harus ditanggung mencapai Rp 7.728.525 perkepala.
Kemudian program stimulus fiskal sebesar 73.3 Triliun yang di gadang-gadang mampu menolong rakyat Indonesia di tengah krisis mengalami kebangkrutan. Padahal jika kita lihat bahwa realisasi penyerapan stimulus fiskal untuk proyek padat karya sampai akhir juni 2009 hanya sebesar 5%, bahkan tahun 2009 hanya 15% yang dialokasikan untuk proyek padat karya, sedangkan sisanya sebesar 85% atau Rp 61,1 Triliun dipakai untuk pemotongan pajak yang justru sangat menguntungkan komprador dan para tengkulak besar penjual negara karena mendapat keringanan pajak.
Sehingga dengan dilantiknya SBY-Budiono bukanlah kemenangan bagi rakyat Indonesia bahkan dalam program-program yang dikampanyekan oleh pasangan pendukung neo-liberal ini tidak ada satupun program menyebutkan secara jelas bagaimana cara mengeluarkan rakyat Indonesia untuk lepas dari kemiskinannya. Saat ini lebih dari 32,53 juta penduduk Indonesia hidup dengan pendapatan kurang dari Rp 182.636/Bulan. Bahkan jika mengacu pada garis kemiskinan yang ditetapkan oleh bank dunia/World Bank sebesar US$ 2 perhari maka 50% rakyat Indonesia berada dalam kategori miskin.
Jika kita melihat program yang di kampanyekan selama ini oleh pasangan SBY-Budiono, terlihat bahwa program yang di gembor-gemborkan pasangan ini tidak lebih dari basa basi politik tanpa arah yang jelas. Untuk pendidikan SBY-Budiono jelas tidak akan membatalkan UU BHP apalagi secara historis SBY-lah yang mengetuk palu UU BHP untuk disetujui. Artinya kampanye peningkatan kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan, distribusi anggaran pendidikan secara proposional, peningkatan kesejahteraan guru dan dosen sangat kontradiktif dengan kenyataan hari ini. Pada tahun 2010 SBY menyatakan bahwa anggaran pendidikan sudah 20% dengan besaran anggaran 201,93 T dengan alokasi 79,13 T (39,2%) untuk pusat dan transfer ke daerah Rp 122,79 T (60,8%). Akan tetapi tetap saja pendidikan akan menjadi barang yang sulit diakses oleh rakyat karena politik SBY-Budiono atas pendidikan hanyalah politik bagaimana pendidikan mampu menghasilkan keuntungan yang besar bagi mereka (Komersialisasi Pendidikan), soal kualitas seperti layaknya barang dagangan, maka kualitas akan selalu diukur dengan harga.
Akibatnya pendidikan akan kian mahal, akses rakyat atas pendidikan akan kian sempit. pada salah satu item kampanye program, SBY-Budiono memastikan akan mensinergiskan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha. jadi akan semakin banyak kampus memakai jargon kampus interpreneurship, dengan mendidik mahasiswanya sebagai sales, ataupun bermimpi bekerja di perusahaan besar dengan gaji besar, yang kemudian semuanya berakhir dalam antrian buruh murah di pabrik-pabrik.
Untuk klas buruh naiknya SBY-Budiono menandai masa dimana kesejahteraan bagi buruh adalah sebuah mimpi dan jargon belaka. upah buruh dan kesejahteraan bagi buruh tidak lebih sebuah lelucon bagi SBY-Budiono, tidak ada komitment tegas dari rejim untuk menaikan upah buruh yang sesuai dengan standar kehidupan layak. Dalam visi misi yang disampaikan SBY-Budiono program aksi untuk penciptaan lapangan pekerjaan tidak disampaikan bagaimana usaha SBY-Budiono untuk mampu menaikan upah buruh sesuai KHL, bahkan rejim lebih suka membuka lapangan pekerjaan dengan membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi dari luar negeri termasuk dengan pembangunan infrastruktur pendukung serta membangun kawasan-kawasan khusus industri baru di Bintan, Batam, Karimun, Suramadu, Sabang dan di daerah lain dibandingkan untuk membangun industri dalam negeri. Dari hal tersebut terlihat bagaimana upaya SBY-Budiono hanyalah untuk menyediakan buruh-buruh industri yang akan diserahkan hidup matinya kepada kaum kapitalisme monopoli yang melakukan penjarahan sumberdaya di Indonesia dengan mengatas namakan investasi.
Politik upah murah akan tetap menjadi primadona bagi SBY-Budiono untuk menarik investasi sebesar-besarnya. Politik upah murah ini dijalankan dengan tidak terpisahkannya praktek monopoli atas tanah, karena monopoli atas tanah akan melahirkan pengangguran dan kemiskinan yang berlimpah dan ini menjadi pendukung bagi pemilik modal mencegah kenaikan harga tenaga kerja. karenanya upah murah kapitalis dan tuan tanah hidup berdampingan di desa dan dikota di bawah kendali kekuatan imperilis. Sistem upahan berdampingan dengan varian sewa tanah kapitalis dan feudal (system bagi hasil) sekaligus. sementara itu perdagangan internasional monopoli menjadi topangan sekaligus benteng hidup imperialism.
Mereka menyeret dan membeli hasil bumi Indonesia berupa bahan mentah di pasar Internasional dengan harga murah dan menjegal segala macam produksi yang ditujukan untuk kebutuhan rakyat sendiri termasuk produksi subsisten. Kemudian kaum imperialis akan memasok negeri ini dengan capital berbunga tinggi (acap kali juga berbunga rendah bahkan cuma-cuma demi mengontrol kebijakan rejim boneka) dan memasok bahan baku dan bahan pangan mahal ke negeri ini.
Dalam bidang lainnya termasuk pertanian dan pangan, tidak ada rencana yang fundamental untuk mengeluarkan kaum tani Indonesia dari kemiskinan. tidak ada usaha yang menunjukan bagaimana rejim akan menghentikan perampasan tanah petani atau melindungi tanah-tanah petani dari penjarahan dan perampasan. dalam visi misi 2009-2014 yang disampaikan oleh SBY-Budiono bahkan dalam usaha paling reformpun dari rejim tidak sekalipun petani akan diuntungkan, artinya di bumi Indonesia akan tetap ada monopoli atas tanah, kejamnya tengkulak kepada kaum tani dan berbagai penyakit khas feudal lainnya yang menimpa kaum tani di Indonesia. Sehingga barisan panjang pengangguran akan terus bertambah karena baik karena PHK, penggusuran, perampasan tanah bahkan oleh bencana alam.
Dominasi SBY-Budiono, Ancaman Bagi Demokrasi
Usaha SBY untuk memperkuat posisinya sangat terlihat jelas, berbagai jalan telah ditempuh untuk memastikan kekuasaan dan posisinya sebagai orang no 1 di Indonesia tidak tersentuh oleh siapapun termasuk oleh para pesaingnya di dalam klik kekuasaan. Dimulai ketika SBY-Budiono mengalahkan para pesaingnya dalam kisruh DPT dan kasus gugatan di mahkamah konstitusi, termasuk didalamnya sebelum pemilu SBY mampu mengkonsolidasikan partai-partai lain untuk bergabung dalam koalisi dibawah pimpinannya. Domisi SBY semakin terlihat ketika tidak ada yang mampu mencegah pilihannya untuk mengambil pasangan wakil presidennya adalah Budiono bukan dari partai dalam koalisinya walaupun sempat ada penentangan dari partai-partai pengusungnya tersebut bahkan lewat aksi dari ormas underbouw salah satu partai pendukung SBY akan tetapi itu juga tidak bertahan lama, nyatanya SBY tetap mampu menyandingkan Budiono sebagai wakil pilihannya.
Pengaruh dan dominasinya kian kuat dan jelas ketika mampu mendekati Taufik Kiemas pada saat PDI-P masih belum sanggup memutuskan kemana sikapnya pasca kekalahan Megawati dalam Pemilu. Hal tersebut kemudian terbukti dengan terpilihnya suami Megawati ini sebagai ketua MPR RI. dominasi SBY atas partai-partai politik di Indonesia semakin terlihat ketika kawan terdekat sekaligus pendukung setia SBY yaitu Aburizal Bakrie naik menjadi ketua umum partai Golkar. Sehingga dipastikan bahwa dominasi SBY-Budiono akan semakin kokoh baik diparlemen ataupun di kabinet.
Ini menjelaskan bahwa demokrasi yang ada di Indonesia pada hakekatnya adalah demokrasi yang hanya diperuntukan bagi keuntungan klas penguasa yang terdiri dari kapitalisme birokrat, tuan tanah dan para borjuasi besar komprador. tidak ada satu pun celah bagi rakyat untuk menikmati iklim kebebasan demokratis yang ada, lembaga-lembaga pengawas semi pemerintah yang dibentukpun tidak lebih dari pajangan semata, kasus di gulung dan di gembosi KPK menjadi pengalaman yang nyata, belum
lagi mulai ditutupnya kran demokratis bagi aspirasi rakyat dengan disahkanya UU perfilman yang salah satu itemnya melarang adanya kritik atau menyinggung pemerintah.
Disatu sisi kekerasan terhadap rakyat masih tetap terjadi. Kaum miskin kota di berbagai kota besar di Indonesia harus jatuh bangun menghadapi kerasnya penggusuran yang terus dilakukan oleh aparat satuan polisi pamong praja yang tidak jarang dibantu oleh aparat kepolisian bahkan militer yang seringkali disertai dengan tindak kekerasan, pemukulan dan penangkapan.
Bangkitkan, Organisasikan dan Gerakkan Massa, Melawan Rejim Anti Rakyat SBY-Boediono
Melihat kenyataan bahwa republik Indonesia akan kembali dipimpin oleh rejim boneka imperialisme paling setia dan akan selalu menggunakan cara apapun untuk melanggengkan kepentingan imperialism di Indonesia termasuk dengan menindas rakyat dengan cara apapun, kalau perlu dengan menggerakan alat pemukul negara yaitu militer. Pemerintah SBY-Budiono akan konsisten pada pendirian reaksionernya, yaitu memoles negeri ini sedemikian rupa demi mendatangkan modal asing sebasar-besarnya. Pemerintah akan menjamin keuntungan dan keamanan modal modal asing di dalam negeri dengan membuat kebijakan kebijakan anti-nasionalisasi, anti-landreform, anti-mogok, anti-serikat buruh dan anti-terhadap gerakan demokratis yang menghambat investasi asing.
Sehingga perjuangan dari organisasi massa demokratis untuk memperlihatkan watak sebenarnya dari rejim harus terus dilakukan, berbagai usaha propaganda massa secara luas harus terus dilakukan untuk memblejeti kebusukan dari rejim boneka. mengembangkan pengaruh dari gerakan massa demokratis harus dilakukan seiring dengan upaya untuk memperbesar organisasi demokratis nasional.
Peran penting juga dipegang oleh pemuda mahasiswa yang memang terus dirugikan dan dikebiri hak-haknya oleh rejim. Apalagi pada kenyataannya pendidikan di Indonesia sama sekali tidak diabdikan sebagai upaya membangun budaya dan taraf berpikir rakyat akan tetapi justru sebagai salah satu media dari penyebaran faham-faham dan teori busuk kapitalisme monopoli.
Satu hal yang harus kita yakini bahwa buruh tidak pernah rela dibayar dengan upah rendah, di PHK seenaknya sendiri atau bekerja dibawah penghisapan sistem outsourching. kaum tani tidak pernah mau tanahnya dirampas begitu saja dan tidak ada keadilan apapun bagi kaum tani di Indonesia, tidak ada rakyat di Indonesia yang mau hidup dalam ancaman penggusuran dan pengusiran atau tidak mau sekolah dan hidup dalam alam keterbelakangan. semua ini adalah potensi bagi gerakan demokratis nasional untuk mengabarkan kenyataan rakyat dan apa yang harus dilakukan, bukan untuk menjadi messiah karena rakyat sendirilah yang akan berkehendak membebaskan dirinya, tugas kita adalah membangkitkan mengorganisasikan dan menggerakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar