Jumat, 28 Agustus 2009

kemenangan SBY-Budiono masalah berat buat rakyat indonesia

Kemenangan SBY-Budiono bukanlah kemenangan rakyat indonesia

PEMILU 2009 ; Rakyat sudah memberikan suaranya, pemenangnya pun sudah bisa terlihat walaupun penghitungan suara masih terus dilakukan. Dari penghitungan sementara dan penghitungan cepat (quick count) KPU dan lembaga-lembaga survey menunjukan pasangan SBY-Budiono meraih suara 61% disusul Pasangan Megawati-Prabowo 26%, baru kemudian pasangan JK-Wiranto. total suara pada pemilu pilpres 2009 mencapai 176.367.056 juta jiwa, dari hasil rekapitulasi dan pengumuman KPU terakhir pada tanggal 18 agustus 2009, sesuai Berita Acara No. 133/BA/VIII/2009 dan Surat Keputusan KPU No. 373/Kpts/KPU/Tahun 2009 Tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Dalam Pemilihan Umum Tahun 2009, menunjukan, pasangan SBY-Budiono meraih 73.874.562 suara atau 60,80%, Mega-Prabowo 32.548.105 (26,79%) dan JK-Wiranto 15.082.814 (12,41%), dan dipastikan bahwa tanggal 20 oktober 2009, pasangan SBY-Budiono akan dilantik menjadi pasangan presiden-wakil presiden RI 2009-2014

Tidak ada yang luar biasa dalam pemilu 2009, SBY tetap yang terkuat. Jika ada kejutan, maka kejutannya adalah harapan akan adanya pemilu 2 putaran dengan pemenang tetap SBY-Budiono, akan tetapi kenyataannya pemilu tetap saja satu putaran, sesuai dengan keinginan SBY-Budiono dan tim suksesnya, (mengingatkan kita pada iklan “illegal” jika ingin satu putaran maka pilih SBY-Budiono). Pasar kecap manis yang di gelontorkan oleh pasangan-pasangan capres-wapres telah usai, ilusi politik akan perubahan yang dihasilkan lewat PEMILU 2009 akan terbukti, karena defisit komitment politik antara janji dan realitas adalah hasil realistis dari system PEMILU ala cara borjuasi.

Kemenangan SBY-Budiono Ditengah Krisis Umum Imperialisme yang Semakin Akut.

Dalam 5 tahun kedepan kita akan melihat rakyat yang kembali menjadi tumbal atas kepentingan klas-klas penguasa yang di pimpin oleh boneka baru imperialism, SBY-Budiono. Rejim SBY-Budiono dipastikan akan menghadapi krisis yang semakin akut derajatnya. Krisis yang menghantam imperialisme pada kenyataanya tidaklah mampu membaik walaupun berbagai program bantuan, stimulus fiskal maupun hutang yang digelontorkan oleh berbagai Negara. Bahkan pada kenyataannya krisis umum imprerialisme telah membawa ekonomi dunia kedalam kepanikan yang tidak kunjung usai. Defisit anggaran AS yang mencapai 1,09 Triliun U$D yang merupakan terbesar dalam sejarah AS, hal tersebut menggambarkan betapa biang imperialism ini dalam kondisi yang bangkrut. Potensi penarikan modal ke luar negeri (capital flight) secara besar-besaran bisa terjadi. Bahkan dari pemantauan Badan Kebijakan Fiska (BKF) departemen keuangan, pertumbuhan ekonomi 2009 akan lebih buruk di banding perkiraan sebelumnya. April 2009, pertumbuhan masih di perkirakan minus 1,3% akan tetapi pada juli 2009 menjadi minus 1,4%.

Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Negara-negara imperialism sesungguhnya tidaklah memberikan perbaikan yang signifikan, industri-industri di berbagai Negara tetap mengalami kemunduran, bangkrut dan hancur akibat krisis overproduksi yang di ciptakan oleh imperialism sendiri. hukum pasar bebas ala imperialism telah menciptakan produksi yang tidak pernah memperhitungkan kebutuhan rakyat, brutalisme produksi memang karakter imperialism untuk tetap menyambung hidupnya, tetapi brutalisme produksilah yang kemudian akhirnya membuat industry macet, defisit keuntungan, dan akhirnya gulung tikar atau bertekuk lutut di bawah perusahaan monopoli imperialis yang lain.

Industri otomotif saat ini di ambang kebangkrutan, Toyota menutup perusahaannya di California AS, Renault menutup sebagian besar dealernya, The Big Three (Ford, General Motor, Crysaler) mengemisemis minta talangan dana dari pemerintah AS. Begitu juga dengan industry penerbangan yang menyisakan PHK besar-besaran di berbagai maskapai. Ratusan industry media cetak gulung tikar di AS, contoh terakhir dialami oleh The Ann Arbor News di Michigan AS yang bangkrut setelah beroperasi selama 174 tahun.

Masa Depan Rakyat Indonesia di Bawah Rejim Baru SBY-Budiono adalah Suram.

Sementara di dalam negeri, ilusi politik bahwa dengan PEMILU akan mampu memecahkan berbagai problem rakyat Indonesia terus di gembor-gemborkan. SBY-Budiono sebagai pemenang PEMILU 2009 pada hakekatnya tidaklah akan mempunyai sesuatu yang berbeda dengan pendahulunya ataupun pemerintahan sebelumnya yang sama-sama di nahkodai oleh rejim boneka SBY-JK.

Berbagai kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan problem rakyat menjadi bukti yang paling kongkret. Hutang luar negeri Indonesia mencapai 1.456 Triliun selama SBY me-merintah, sedangkan program stimulus fiskal sebesar 73.3 Triliun yang di perkirakan mampu menolong rakyat Indonesia di tengah krisis mengalami kebangkrutan. Realisasi penyerapan stimulus fiskal untuk proyek padat karya sampai akhir juni 2009 hanya sebesar 5%. bahkan tahun 2009 hanya 15% yang dialokasikan untuk proyek padat karya, sedangkan sisanya sebesar 85% atau Rp 61,1 Triliun dipakai untuk pemotongan pajak yang justru sangat menguntungkan kalangan menengah keatas yang mendapat keringanan pajak.

Sehingga dengan demikian kemenangan SBY-Budiono bukanlah kemenangan bagi rakyat Indonesia bahkan dalam program-program yang dikampanyekan oleh pasangan pendukung neo-liberal ini tidak ada satupun program menyebutkan secara jelas bagaimana cara mengeluarkan rakyat Indonesia untuk lepas dari kemiskinannya. Saat ini lebih dari 32,53 juta penduduk Indonesia hidup dengan pendapatan kurang dari Rp 182.636/Bulan.

Jika kita melihat program yang di kampanyekan selama ini oleh pasangan SBY-Budiono, terlihat bahwa program yang di gembor-gemborkan pasangan ini tidak lebih dari basa basi politik tanpa arah yang jelas. Untuk pendidikan SBY-Budiono jelas tidak akan membatalkan UU BHP apalagi secara historis, dengan perintah SBY-lah UU BHP di setujui. Artinya kampanye peningkatan kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan, distribusi anggaran pendidikan secara proposional, peningkatan kesejahteraan guru dan dosen sangat kontradiktif dengan kenyataan hari ini. Karena politik SBY-Budiono atas pendidikan hanyalah politik bagaimana pendidikan mampu menghasilkan keuntungan yang besar bagi mereka (Komersialisasi Pendidikan), soal kualitas seperti layaknya barang dagangan, maka kualitas akan selalu diukur dengan harga. Akibatnya pendidikan akan kian mahal, akses rakyat atas pendidikan akan kian sempit.

bahkan SBY-Budiono memastikan akan semakin mengorientasikan pendidikan Indonesia sebagai penghasil buruh-buruh bagi industry di Indonesia yang di dominasi oleh perusahaan imperialis, karena pada salah satu item kampanye program, SBY-Budiono memastikan akan mensinergiskan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha. jadi akan semakin banyak kampus memakai jargon kampus interpreneurship, dengan mendidik mahasiswanya sebagai sales, ataupun bermimpi bekerja di perusahaan besar dengan gaji besar, yang kemudian semuanya berakhir dalam antrian buruh murah di pabrik-pabrik.

Bagi kaum tani naiknya kembali SBY menjadi presiden menandakan bahwa penghidupan kaum tani tidak akan mengalami perubahan yang lebih baik, program subsidi benih dan pupuk, menaikan harga hasil panen kaum tani, serta peningkatan produktivitas pertanian tidak akan ada artinya tanpa kepemilikan tanah yang adil dan merata bagi kaum tani. Tanah siapa yang akan naik produktivitasnya atau subsidi benih dan pupuk untuk siapa jika sebagian besar petani di Indonesia adalah tani miskin dan buruh tani tanpa tanah. Sehingga tanpa program landreform sejati atau redistribusi tanah yang adil, maka program pertanian dari SBY-Budiono tidak akan memberikan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi kaum tani.

karena dipastikan dengan krisis yang semakin menajam kemampuan pemerintah untuk melepaskan diri dari krisis tidak akan berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, BLT yang gagal total, stimulus fiskal yang tidak efektif dengan proyek padat karyanya hanya akan berakhir dengan perampasan tanah bagi rakyat Indonesia. sementara di sector industri kebijakan SBY dipastikan tidak akan berbeda dengan sebelumnya, pembukaan besar-besaran investasi akan diimbangi denga kebijakan upah murah dan perampasan hak-hak sosial ekonomi kaum buruh di Indonesia, hal ini terlihat pada kebijakan SBY-Budiono untuk tidak akan merivisi UU Ketenagakerjaan. Sehingga bagi kaum buruh, dipastikan system kontrak dan outsourching tidak akan terhapus selama SBY-Budiono berkuasa.

kenyataan inilah yang kemudian membuka kesadaran kita bahwa dalam 10 kali Indonesia menyenggarakan PEMILU, hasil yang didapatkan selalu saja rejim yang tidak berpihak pada rakyat. rejim-rejim yang dihasilkan lewat janji-janji penuh tipu muslihat, keprihatinan atas kenyataan rakyat hanya lahir saat bencana dan menjelang PEMILU demi akumulasi kekuasaan semata. Merujuk dari kenyataan sejarah atas PEMILU di Indonesia, maka tidak akan ada perubahan apapun selain rakyat yang berjuang lewat organisasi yang tepat. lewat organisasi yang berkarakter patriotic, demokratis dengan pandangan tentang pentingnya persatuan dari klas-klas yang tertindas, terutama dari persatuan dari buruh dan tani, dengan melawan imperialism, feodalisme serta kapitalisme birokrat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar